SUNGGUH MENGEJUTKAN.!!! Hukum Memakai HENA Atau PACAR KUKU Bagi Wanita MUSLIM | Share Yuk !! Muslim Berdakwah |
MEMAKAI henna adalah perkara muamalah yang tentunya hukum asalnya mubah
(boleh). Bahkan terdapat anjuran dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bagi para wanita.
Hena adalah pewarna yang biasa digunakan untuk menghiasi tangan dan kaki
wanita, yang dibuat dari bahan tumbuhan bernama “henna”.
Di Indonesia dikenal dengan “pacar kuku”, banyak yang menggunakan hena
ketika menikah, lalu sebenarnya bagaimana Islam memandang seorang wanita
memakai hena?
Hukum memakai henna bagi wanita
Memakai henna adalah perkara muamalah yang tentunya hukum asalnya mubah
(boleh). Bahkan terdapat anjuran dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bagi para wanita untuk memakai henna, agar tidak serupa dengan
laki-laki. Dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:
“Seorang wanita menjulurkan tangannya dari balik tabir. Di tangannya ada
sebuah tulisan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu
ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan tangan beliau
dan berkata,
”Saya tidak tahu, apakah ini tangan laki-laki ataukah tangan wanita?”.
Sang wanita menjawab, ”Ini tangan wanita”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Jika kamu seorang wanita, seharusnya engkau
warnai jari-jarimu dengan henna,” (HR. Abu Daud 4166, dihasankan Al
Albani dalam Shahih Abi Daud).
Oleh karena itu sebagian ulama bahkan mengatakan memakai henna hukumnya mustahab (sunnah). Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan,
“Tidak diragukan lagi bahwa mewarnai tangan wanita dengan henna itu
hukumnya mustahab (sunnah). Terdapat anjurannya dalam beberapa hadits
yang tidak lepas dari kelemahan. Namun perkara yang utama bagi wanita
untuk mewarnai tangannya dengan henna. Adapun yang mengatakan wajib atau
mengharamkannya maka saya tidak tahu apa landasannya. Tapi yang utama
adalah mewarnai tangan wanita dengan henna sehingga mereka tidak serupa
dengan lelaki. Ini yang lebih baik dan lebih utama. Karena terdapat
dalam beberapa hadits (yang shahih) bahwa memakai henna adalah kebiasaan
sudah umum diketahui oleh para wanita, dan sudah umum diketahui di
zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, dan zaman setelahnya. Maka
memakai henna bagi wanita itu lebih baik dan lebih utama” (Fatawa Nurun
‘ala Darbi).
Memakai henna juga dianjurkan dalam syariat karena termasuk berhias bagi
suami, yang ini dituntut dalam syariat, sehingga dapat melanggengkan
rumah tangga, menyalurkan syahwat kepada jalan yang halal dan mengcegah
dari penyaluran syahwat kepada yang tidak halal.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan mengatakan: “Tidak mengapa
menggunakan henna bagi wanita di kaki-kaki mereka dan di tangan-tangan
mereka dengan bentuk dan corak apapun. Karena memang wanita itu dituntut
untuk berhias di hadapan suami mereka.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan: “Mewarnai tangan
dengan henna adalah perkara yang sudah ma’ruf di kalangan wanita. Ini
adalah kebiasaan mereka dalam berhias. Selama hal ini bisa mempercantik
wanita maka ini adalah perkara yang dituntut dalam syariat untuk berhias
diri di hadapan suami mereka, baik itu mewarnai semua jari mereka atau
pun tidak semuanya.
Adapun memakai manaakir (nail polish; cutex; kutek) hukumnya haram bagi
wanita yang sedang tidak haid, karena itu menghalangi air wudhu sampai
ke kulit. Kecuali jika dihilangkan dulu sebelum berwudhu”
Tidak boleh ditampakkan kepada lelaki yang bukan mahram
Sebagaimana dijelaskan pada ulama di atas, henna adalah
termasuk perhiasan wanita. Oleh karena itu tidak boleh ditampakkan
kepada lelaki yang bukan mahram, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: hendaknya mereka
menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, dan hendaknya
mereka tidak menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa terlihat,” (QS. An Nur: 31.)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: “jika seorang wanita mewarnai
tangannya atau kakinya dengan henna, hendaknya ia menutupnya dari
orang-orang. Bisa ditutup dengan kainnya atau pakaiannya, karena itu
menyebabkan fitnah,” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 17/272)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan: “Wajib diketahui
bahwasanya henna itu termasuk perhiasan yang tidak boleh ditampakkan
seorang wanita kecuali kepada orang-orang yang dibolehkan oleh Allah
untuk menampakkan perhiasan kepadanya. Maksudnya, tidak boleh
ditampakkan kepada para lelaki ajnabi (yang bukan mahram). Maka jika ia
ingin pergi ke pasar untuk suatu kebutuhan misalnya, maka wajib ia
memakai kaus kaki jika ia memakai henna pada kakinya ketika itu.
Demikian juga henna pada telapak (dan punggung) tangan, wajib untuk di
tutup dari orang-orang yang bukan mahram …” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi,
2/7).
Maka lebih baik seorang wanita khususnya yang belum mempunyai suami
menghindari fitnah, karena fitnah bisa terjadi lewat apapun, meski
hanya dari hena atau pacar kuku. Demikian semoga bermanfaat. Wabillahi
at taufiq was sadaad.
Sumber : Islampos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar