![]() |
ASTAGFIRULLAH !! Tradisi Tukar UANG Menjelang Lebaran Sama Dengan BERZINA Bahkan Lebih? |
Telah menjadi tradisi menukar uang dibulan Ramadhan, pecahan 100ribu dengan 10ribu atau 5ribu, dan kebanyakan dengan
imbalan. Maka ini menurut syariat bisa disebut riba’. Dan Allah
mengingatkan kepada orang yang beriman, agar setiap kali terjadi
benturan antara aturan syariat dengan tradisi, mereka harus
mengedepankan aturan syariat.
“Demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (QS. an-Nisa: 65).
Dalam ilmu hukum, kita diajarkan, jika hukum yang lebih rendah
bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, maka hukum yang lebih
tinggi harus dikedepankan.
Hukum syariat datang dari Allah, sementara hukum tradisi buatan manusia.
Secara usia, di tempat kita, hukum syariat lebih tua, dia ditetapkan 14
abad silam. Sementara tradisi, umumnya datang jauh setelah itu.
Secara hierarki, hukum syariat jauh lebih tinggi. Karena Allah yang menetapkan.
Karena itulah, tradisi yang melanggar syariat, tidak boleh dipertahankan. Sekalipun itu tradisi pribumi.
Karena itulah, tradisi yang melanggar syariat, tidak boleh dipertahankan. Sekalipun itu tradisi pribumi.
Tukar-menukar Uang
Dikutip dari konsultasisyariah, bahwa dalam kajian ekonomi islam,
kita diperkenalkan dengan istilah barang ribawi (ashnaf ribawiyah).
Dan barang ribawi itu ada 6: emas, perak, gandum halus, gandum kasar,
kurma, dan garam.
Keenam benda ribawi ini disebutkan dalam hadis dari Ubadah bin Shamit
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum bur
(gandum halus) ditukar dengan gandum bur, gandum syair (kasar) ditukar
dengan gandum syair, korma ditukar dengan korma, garam dibarter dengan
garam, maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan
berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai” (HR.
Muslim 4147).
Dalam riwayat lain, Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum
ditukar dengan gandum, sya’ir (gandum kasar) ditukar dengan sya’ir,
kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, takaran atau
timbangan harus sama dan dibayar tunai. Siapa menambah atau meminta
tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba. Baik yang mengambil
maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Ahmad 11466
& Muslim 4148)
Juga disebutkan dalam riwayat dari Ma’mar bi Abdillah radhiyallahu
‘anhu, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika makanan dibarter dengan makanan maka takarannya harus sama”. Ma’mar mengatakan,
“Makanan pokok kami di masa itu adalah gandum syair” (HR. Muslim 4164).
“Makanan pokok kami di masa itu adalah gandum syair” (HR. Muslim 4164).
Berdasarkan hadis di atas,
Dari keenam benda ribawi di atas, ulama sepakat, barang ribawi dibagi 2 kelompok:
Dari keenam benda ribawi di atas, ulama sepakat, barang ribawi dibagi 2 kelompok:
1. Kelompok Pertama
Emas dan Perak. Diqiyaskan dengan kelomok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar. Seperti uang kartal di zaman kita.
Emas dan Perak. Diqiyaskan dengan kelomok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar. Seperti uang kartal di zaman kita.
2. Kelompok Kedua
Bur, Sya’ir, Kurma, & Garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras, jagung, atau thiwul.
Bur, Sya’ir, Kurma, & Garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras, jagung, atau thiwul.
Aturan Baku yang Berlaku
Dari hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ketentuan
Dari hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ketentuan
Pertama
Jika tukar menukar itu dilakukan untuk barang yang sejenis,
Ada 2 syarat yang harus dipenuhi, wajib sama dan tunai. Misalnya: emas dengan emas, perak dengan perak, rupiah dengan rupiah, atau kurma jenis A dengan kurma jenis B, dst. dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan, harus
Ada 2 syarat yang harus dipenuhi, wajib sama dan tunai. Misalnya: emas dengan emas, perak dengan perak, rupiah dengan rupiah, atau kurma jenis A dengan kurma jenis B, dst. dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan, harus
takarannya harus sama, ukurannya sama dan dari tangan ke tangan (tunai).
Dan jika dalam transaksi itu ada kelebihan, statusnya riba. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
Dan jika dalam transaksi itu ada kelebihan, statusnya riba. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
“Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi
riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam
dosa.”
Kedua
Jika barter dilakukan antar barang yang berbeda, namun masih satu
kelompok, syaratnya satu: wajib tunai. Misal: Emas dengan perak. Boleh
beda berat, tapi wajib tunai. Termasuk rupiah dengan dolar. Sama-sama
mata uang, tapi beda nilainya. Boleh dilakukan tapi harus tunai.
Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
“Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai”
Terdapat kaidah,
Terdapat kaidah,
Apabila barang ribawi ditukar dengan yang sejenis, wajib sama dan tunai.
Dan jika ditukar dengan yang tidak sejenis, wajib tunai.
Ketiga
Jika barter dilakukan untuk benda yang beda kelompok. Tidak ada aturan
khusus untuk ini. Sehingga boleh tidak sama dan boleh tidak tunai.
Misalnya, jual beli beras dengan dibayar uang atau jual beli garam
dibayar dengan uang. Semua boleh terhutang selama saling ridha.
Tukar Menukar Uang Receh
Tukar menukar uang receh yang menjadi tradisi di masyarakat kita, dan di
situ ada kelebihan, termasuk riba. Rp 100rb ditukar dengan pecahan Rp
5rb, dengan selisih 10rb atau ada tambahannya. Ini termasuk transaksi riba. Karena berarti tidak sama, meskipun dilakukan secara tunai.
Karena rupiah yang ditukar dengan rupiah, tergolong tukar menukar yang sejenis, syaratnya 2: sama nilai dan tunai. Jika ada tambahan, hukumnya riba.
Karena rupiah yang ditukar dengan rupiah, tergolong tukar menukar yang sejenis, syaratnya 2: sama nilai dan tunai. Jika ada tambahan, hukumnya riba.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
“Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi
riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam
dosa.”
Riba tetap Riba, sekalipun Saling Ridha
Bagaimana jika itu dilakukan saling ridha? Bukankah jika saling ridha menjadi diperbolehkan. Karena yang dilarang jika ada yang terpaksa dan tidak saling ridha.
Bagaimana jika itu dilakukan saling ridha? Bukankah jika saling ridha menjadi diperbolehkan. Karena yang dilarang jika ada yang terpaksa dan tidak saling ridha.
Dalam transaksi haram, sekalipun pelakunya saling ridha dan ikhlas, tidak mengubah hukum. Karena transaksi ini diharamkan bukan semata terkait hak orang lain. Tapi dia diharamkan karena melanggar aturan syariat.
Orang yang melakukan transaksi riba, sekalipun saling ridha, tetap dilarang dan nilainya dosa besar.
Transaksi jual beli khamr atau narkoba, hukumnya haram, sekalipun pelaku transaksi saling ridha.
Orang yang melakukan transaksi riba, sekalipun saling ridha, tetap dilarang dan nilainya dosa besar.
Transaksi jual beli khamr atau narkoba, hukumnya haram, sekalipun pelaku transaksi saling ridha.
Bagaimana dengan firman Allah,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan saling ridha di antara kalian.” (QS. an-Nisa: 29)
Jawab:
Ayat ini kita yakini benar. aturannya juga benar. Namun saling ridha yang menjadi syarat halal transaksi yang disebutkan dalam ayat ini, berlaku hanya untuk transaksi yang haram. Seperti jual beli barang dan jasa. Sementara trasaksi haram, seperti riba, tidak berlaku ketentuan saling ridha. Karena semata saling ridha, tidak mengubah hukum.
Ayat ini kita yakini benar. aturannya juga benar. Namun saling ridha yang menjadi syarat halal transaksi yang disebutkan dalam ayat ini, berlaku hanya untuk transaksi yang haram. Seperti jual beli barang dan jasa. Sementara trasaksi haram, seperti riba, tidak berlaku ketentuan saling ridha. Karena semata saling ridha, tidak mengubah hukum.
Bila disebut Sebagai Upah Penukaran Uang
Ada yang beralasan, kelebihan itu sebagai upah karena dia telah menukarkan uang di bank. Dia harus ngantri, harus bawa modal, dst. jadi layak dapat upah.
Ada yang beralasan, kelebihan itu sebagai upah karena dia telah menukarkan uang di bank. Dia harus ngantri, harus bawa modal, dst. jadi layak dapat upah.
Jelas ini alasan yang tidak benar. Karena yang terjadi bukan
mempekerjakan orang untuk nukar uang di bank, tapi yang terjadi adalah
transaksi uang dengan uang. Dan bukan upah penukaran uang. Upah itu
ukurannya volume kerja, bukan nominal uang yang ditukar.
Misalnya, Pak Bos meminta Paijo menukarkan sejumlah uang ke bank. Karena
tugas ini, Paijo diupah Rp 50 rb. Kita bisa memastikan, baik Pak Bos
menyerahkan uang 1 juta untuk ditukar atau 2 juta, atau 3 juta, upah
yang diserahkan ke Paijo tetap 50 rb. Karena upah berdasarkan volume
kerja Paijo, menukarkan uang ini ke bank dalam sekali waktu.
Sementara kasus tukar menukar ini niainya flat, setiap 100rb, harus ada kelebihan 10rb atau 5rb. Ini transaksi riba, dan bukan upah.
Sementara kasus tukar menukar ini niainya flat, setiap 100rb, harus ada kelebihan 10rb atau 5rb. Ini transaksi riba, dan bukan upah.
Sayangi Pahala Puasa Anda
Riba termasuk salah satu dosa besar. Bahkan salah satu dosa yang diancam dengan perang oleh Allah.
Riba termasuk salah satu dosa besar. Bahkan salah satu dosa yang diancam dengan perang oleh Allah.
Jika kalian tidak meninggalkan riba, maka umumkan untuk berperang dengan Allah dan Rasul-Nya (al-Baqarah: 279)
Ibnu Abbas menjelaskan ayat ini,
Ibnu Abbas menjelaskan ayat ini,
Besok di hari kiamat para pemakan riba akan dipanggil, “Ambil senjatamu, untuk perang!” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/716)
Dalam hadis, dosa riba disetarakan seperti berzina dengan ibunya
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dalam hadis, dosa riba disetarakan seperti berzina dengan ibunya
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Riba itu ada 73 pintu. Pintu riba yang paling ringan, seperti seorang
lelaki yang berzina dengan ibunya. (HR. Hakim 2259 dan dishahihkan
ad-Dzahabi).
Karena itulah, para salaf menyebut dosa riba lebih parah dari pada zina,
Ada pernyataan Ka’ab al-Ahbar,
Ada pernyataan Ka’ab al-Ahbar,
Satu dirham riba yang dimakan seseorang, sementara dia tahu, lebih buruk
dari pada 36 kali berzina. (HR. Ahmad 21957, dan ad-Daruquthni 2880)
Sementara dosa dan maksiat adalah sumber terbesar kegagalan puasa
manusia. Dosa merupakan sebab pahala yang kita miliki berguguran. Ketika
ramadhan kita penuh dengan dosa, puasa kita menjadi sangat tidak
bermutu. Bahkan sampai Allah tidak butuh dengan ibadah puasa yang kita
kerjakan.
Semacam inilah yang pernah diingatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadis shahih riwayat Bukhari dan yang lainnya, dari sahabat
Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, dan semua perbuatan dosa,
maka Allah tidak butuh dengan amalnya (berupa) meninggalkan makanan dan
minumannya (puasanya).” (HR. Bukhari 1903)
Ketika ada orang yang berzina di malam ramadhan, apa yang bisa dibayangkan dengan nasib puasanya?
Bisa jadi hilang semua pahalanya.
Ketika ada orang yang berzina di malam ramadhan, apa yang bisa dibayangkan dengan nasib puasanya?
Bisa jadi hilang semua pahalanya.
Apa yang bisa anda bayangkan, ketika orang melakukan transaksi riba,
yang dosanya lebih berat dari pada zina, dilakukan terang-terangan di
siang bolong ramadhan? Astagfirullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar