![]() |
Ingatlah, Kebaikan Tidak Pernah Berakhir Sia-sia | Yuk BACA Kisahnya |
DULU saya pernah tidak setuju dengan ayah saya yang menolong
orang tanpa menyelidiki terlebih dahulu. Entah knapa ayah saya begitu
mudahnya percaya pada orang-orang yang meminta tolong kepadanya, baik
itu tenaga maupun materi, selama ayah saya ada atau mampu, dia pasti
akan berikan pada setiap orang tanpa pandang bulu. Sampai-sampai
tabungan yang sebenarnya dia tujukan untuk pergi hajipun habis dia
berikan kepada orang-orang yang meminta bantuan materi kepadanya.
Pernah saya bertanya pada beliau, “Ayah kan belum pernah naik haji,
mengapa ayah korbankan tabungan haji ayah untuk orang-orang yang ayah
tidak tahu apakah mereka benar-benar membutuhkannya atau cuma menipu.
Beliau menjawab “Nak, selama kita menganggap orang lain itu baik, maka
pertolongan yang kita berikanpun akan dianggap baik oleh Allah. Masalah
ibadah haji, Insya Allah, Allah akan menggantinya nanti buat ayah.
Seandainya tidakpun, sebenarnya rasa yang ayah rasakan saat kita mampu
menolong orang yang membutuhkan itu saja sudah sangat cukup
membahagiakan ayah, membuat ayah sangat bersukur kepada Allah”.
Saat itu saya masih memprotesnya, “Tapi ibadah haji itu kan wajib bagi
yang mampu, sedangkan ayah bukan tidak mampu, tapi ayah tidak mau mampu.
Seandainya ayah sungguh-sungguh mengumpulkan uang ayah tanpa harus
mengganggu gugatnya lagi meski ada yang butuh bantuan, bilang saja tidak
ada uang, kalau uang yang ada hanya uang tabungan haji. Kalau ayah
memanajemennya dengan baik, dan membagi-bagi harta yang ayah miliki pada
pos-post yang sudah ayah tentukan sebelumnya, tentu ayah tidak harus
sampai mengorbankan tabungan haji ayah” kataku setengah berteriak.
Dengan sabar ayahku menjawab “Ayah doakan suatu saat kamu akan mengerti
bahwa ibadah itu tidak harus dipaksakan dengan mengorbankan hak-hak
orang lain. Yang paling utama, ayah tidak mengorbankan hak-hak ibumu dan
anak-anak ayah untuk hidup cukup dan mendapat pendidikan sampai kamu
dapat berdiri sendiri”.
Setelah ayah meninggal, sempat terselip penyesalan mengapa ayah tidak mendengar kata-kataku, dan yang terjadi sekarang yang ayah wariskan cuma rumah kecil dan beberapa barang sederhana, sedangkan adikkku ada yang masih kecil.
Setelah ayah meninggal, sempat terselip penyesalan mengapa ayah tidak mendengar kata-kataku, dan yang terjadi sekarang yang ayah wariskan cuma rumah kecil dan beberapa barang sederhana, sedangkan adikkku ada yang masih kecil.
Hal pertama yang menghiburku adalah banyaknya pelayat yang mengiringi
ayah ke kuburan. Orang-orang di jalan yang melihat iring-iringan pelayat
menyangka yang dimakamkan adalah pejabat. Tak perlu menunggu lama,
banyak orang-orang berdatangan dan dulu mengaku pernah dibantu oleh
ayah, karena mereka sekarang sudah sukses, merekapun memberi bantuan
kepada keluarga kami.
Bahkan ada yang menawarkan pekerjaan kepada anak-anak ayah yang ingin
bekerja. Kami menolaknya dengan baik-baik. Uang bantuan yang tidak
seberapa itu kami jadikan modal awal suatu usaha kecil-kecilan. Ternyata
usaha kami berkembang sangat cepatnya karena lebih banyak lagi
orang-orang yang merasa pernah ditolong ayah, membantu usaha kami.
Dan setiap saya atau adik-adik saya melakukan suatu urusan atau
bepergian keluar kotapun, hampir bisa dipastikan kami bertemu meskipun
tidak secara sengaja dengan orang-orang yang mengaku mengenal ayah kami.
Dan begitu tahu bahwa kami anak ayah, maka kemudahan-kemudahanlah yang
kami dapat dari mereka.
Saat ini dari hasil bisnis keluarga yang berkembang pesat saya sudah
menghajikan almarhum ayah saya dan kami sekeluargapun sudah haji. Ayah
saya memang mungkin semasa hidupnya tidak pernah melihat Ka’bah secara
langsung, tapi beliau mendapatkan pahala hajinya. Ini membuat saya
teringat kata-kata beliau bahwa Insyaallah , Allah nanti akan
menggantikan haji ayah.
Ayah mungkin tidak pernah bersimpuh di Masjid Haram dan Nabawi, tapi
ayah membuat bersimpuh hati ribuan orang yang ditolongnya. Semua
kebaikan ayah, kamilah anak-anaknya yang menuainya, menikmati hasilnya
di dunia. Dan saya yakin ayah menuai hasilnya di akhirat. Ayah kami
memang tidak mewariskan harta yang banyak, tetapi beliau mewariskan
kepada semua orang kebaikan yang banyak. Dan karena kebaikan itulah kami
hidup dihormati dan disayangi oleh orang-orang. Dalam hati saya
berjanji saya akan meneruskan sikap dan sifat ayah saya dan kulihat
bayangan ayah tersenyum saat ku Wukuf di Arafah.
Oleh : Murthada Kurniawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar